Monday, June 2, 2008

Beberapa Hukum Nikah oleh Abdurrahman Haqqi

Disarikan oleh M.Nabil Almunawar.

Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai uatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS 4:24)

Ayat sebelumnya, yaitu QS 4:23, adalah hukum tentang mahram – wanita-wanita yang haram dinikahi. QS 4:24 diawali dengan wanita yang haram dikawini karena status wanita tersebut adalah istri orang lain. Haramnya nikah dengan wanita yang telah bersuami berbeda dengan status mahram dari wanita-wanita yang disebut pada ayat sebelumnya. Dalam Mazhab Syafii, seorang laki-laki tidak batal wudhunya bila kulitnya tersentuh kulit wanita-wanita yang disebut pada QS 4:23. Namun wudhu tersebut batal bila bersentuhan dengan wanita-wanita yang disebut pada QS 4:24.

Kata muhasanat yang terdapat pada awal surat ini mempunyai empat arti yaitu wanita muslim; wanita terhormat yang menjaga diri; wanita bersuami; dan wanita merdeka. Dalam ayat ini ketiga arti digunakan sesuai dengan konteksnya sedangkan arti wanita muslimah tidak disentuh.

Muhasanat yang diharamkan untuk dikawini dalam ayat ini adalah wanita yang sudah bersuami tapi ada pengecualian, yaitu boleh memperistri wanita yang telah bersuami jika wanita tersebut adalah budak. Budak wanita di sini adalah wanita pihak musuh yang menjadi tawanan dalam perang (pada zaman dahulu). Dalam hukum perang zaman dahulu, pihak musuh yang tertawan dalam perang otomatis menjadi budak. Hal ini pernah berlaku dalam perang melawan kabilah Awtas di mana para sahabat merasa tidak sreg untuk mengawini wanita tawanan perang sebagaimana kebiasaannya pada zaman jahiliyah karena wanita tersebut menjadi budak. Ayat ini menegaskan bahwa mereka juga boleh mengawini wanita tawanan tersebut walaupun mereka sudah bersuami karena perbudakan membatalkan tali perkawinan orang-orang merdeka menurut satu pendapat. Bahkan bukan hanya wanita tawanan yang jadi budak tapi budak wanita yang bersuamipun boleh dikawini tuannya karena dia adalah hartanya dan lebih berhak dari suaminya yang budak juga. Walaubagaimanapun, Alhamdulillah, hal ini sudah tidak diperkenankan lagi, karena secara praktis saat ini perbudakan sudah dihapuskan sesuai dengan semangat Islam sebagai ajaran rahmatan lil’alamin untuk membebaskan perbudakan.

Selanjutnya QS 4:24 menjelaskan bahwa selain wanita yang disebut dalam ayat ini (yang sudah bersuami, kecuali budak) dan wanita-wanita yang disebut pada ayat sebelumnya, mereka halal untuk dinikahi dengan syarat tujuan nikah untuk membentuk keluarga dan menjauhkan diri dari zina. Syarat nikah diantaranya adalah mahar. Dalam ayat ini disebutkan bahwa mahar itu adalah kewajiban dari pihak laki-laki terhadap istrinya. Artinya bila mahar (dalam bentuk harta) tidak diberikan maka hukumnya berdosa. Namun, bila pihak laki-laki tidak memiliki harta dan pihak wanita rela tidak mendapat mahar dalam bentuk harta tunai, maka hal itu dibolehkan oleh Allah SWT. QS 4:24 diakhiri dengan “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” karena mengetahui segala sesuatu, termasuk kondisi manusia dan isi hatinya. Dia Maha bijaksana, menentukan hukum sesuai dengan pengetahuanNya untuk memudahkan manusia beribadah kepadaNya.

Dan barang siapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh engawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita erdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 4:25)

Nikah hukumnya wajib bagi yang mampu karena ditakuti jika tidak kawin dia akan berzina. Nikah sangat dianjurkan kepada yang tidak mampu membayar mahar yang besar. QS 4:25 adalah kebenaran yang diberikan kepada seorang muslim mengawini budak muslimah. Status budak sangat rendah, dan jika sesorang mengawini budak maka status sosialnya jatuh. Islam tidak menginginkan status sosial seseorang jatuh, tetapi adalah lebih baik status sosial seseorang jatuh daripada dia jatuh ke tangan setan, yakni berzina. Jika tidak ada alternatif lain, maka mengawini budak dibolehkan.

Syarat-syarat kawin dengan budak sama dengan syaratsyarat kawin dengan wanita merdeka ditambah dengan izin dari tuan budak tersebut. Pihak laki-laki diwajibkan memberi mahar sepatutnya. Budak yang akan dikawini harus termasuk dalam kategori wanita yang baik-baik yang menjaga dirinya dari perbuatan keji. QS 4:25 memuat hukum perbuatan zina yang dilakukan oleh budak, yakni separuh dari hukuman wanita merdeka. Pada QS 24:2 disebutkan hukuman melakukan perbuatan zina bagi wanita bujang adalah 100 kali dera. Dengan demikian hukuman budak yang terbukti berbuat zina adalah 50 kali dera. Ia tidak dirajam seperti hukuman wanita bersuami yang zina karena hukuman rajam tidak bisa dibagi dua. Bahkan dalam sebuah hadis jika si budak melakukan zinanya yang ketiga dia wajib dijual.

Mungkin kita bertanya-tanya mengapa tidak ada ayat al-Qur’an yang melarang perbudakan. Khamar yang telah menjadi budaya akhirnya diharamkan samaselaki melalui proses tahapan. Mengapa perbudakan tidak dihapuskan secara bertahap juga?

Persoalan khamar ataupun perbuatan lain tidaklah sama dengan perbudakan. Perbudakan adalah kebutuhan sosial pada masa itu. Usia perbudakan ini sangat panjang, ribuan tahun. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, maka perubahan perlu dilakukan dalam tahap yang panjang, tidakdapat dilakukan dalam masa kenabian yang relatif pendek,yaitu 23 tahun. Untuk ini dasar-dasar manajemen perubahan(change management) untuk menghilangkan perbudakan dilakukan melalui berbagai macam aturan/hukum membebaskan budak. Jadi semangat yang ditanamkan adalah pembebasan manusia dari perbudakan.

Pembebasan manusia dari perbudakan itu secara sosiologis akan hilang setelah manusia menyadari bahwa perbudakan itu adalah perbuatan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Sumbangan Islam terhadap pembebasan perbudakan sangatlah besar. Manusia telah meraih cita-cita pembebasan budak. Kini secara international perbudakan merupakan perbuatan yang ilegal. Wallahu ‘alam bish shawab.

No comments:

All